Review Komik Death Note

review-komik-death-note

Review Komik Death Note. Pagi ini, 1 Oktober 2025, penggemar Death Note ramai di X sambil bahas cosplay gothic Misa Amane untuk Halloween, lengkap dengan wig pirang dan gothic lolita yang viral dari thread ZV. Di tengah itu, pengumuman Death Note: The Musical edisi 10 tahun anniversary di Tokyo Brillia Hall November mendatang bikin tiket sold out cepat, dengan sutradara Tamiya Kuriyama janjiin staging segar yang campur elemen baru. Belum lagi kontroversi ban manga di China Agustus lalu gara-gara siswa bikin “death notes” sungguhan, plus edisi baru yang rilis September—pertama sejak 14 tahun—yang tambah short stories segar. Review terkini ini kupas ulang mengapa komik Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata sejak 2003 ini, dengan Light Yagami dan buku mati Ryuk-nya, tetap jadi raja psychological thriller—bukan cuma plot twist, tapi cermin kegilaan kekuasaan di era AI etika. BERITA BASKET

Makna dari Komik Ini: Review Komik Death Note

Death Note lebih dari catatan pembunuh; ia alegori tajam soal moralitas dan kekuasaan absolut. Light, siswa jenius yang nemu Death Note dari shinigami Ryuk, wakili god complex manusia—mulai bunuh penjahat sebagai Kira, tapi pelan-pelan jadi diktator yang bunuh siapa saja yang halangi. Tema “justice” yang rusak metafor bagi vigilante culture, tema yang ngena di 2025 saat isu deepfake dan AI judge kriminal meledak. Twist L, detektif rival yang obsesif, soroti bagaimana kebaikan bisa jadi kegilaan juga—duel intelektual mereka bukan cuma game, tapi pertarungan filsafat: apakah akhir membenarkan cara?

Lebih dalam, komik ini gali isolasi dan konsekuensi. Misa Amane sebagai second Kira wakili obsesi buta, sementara Near dan Mello lanjutkan warisan L dengan cara beda—simbol bagaimana ideologi bertahan meski orangnya mati. Ohba dan Obata, terinspirasi mitos urban dan pengalaman pribadi soal tekanan remaja, campur elemen supernatural dengan realisme psikologis: Death Note bukan senjata, tapi cermin dosa. Di era cancel culture dan etika AI, pesannya tegas: kekuasaan tanpa check bisa hancurkan dunia, dan “just as planned” sering berakhir tragis. Maknanya abadi: tulis nama, tapi hapus jiwamu sendiri.

Apa yang Membuat Komik Ini Populer: Review Komik Death Note

Kesuksesan Death Note lahir dari plot ketat Ohba yang penuh mind game: dari chapter satu di mana Light tes buku, ke klimaks Yagami family breakdown yang bikin pembaca tegang. Debut di Weekly Shonen Jump 2003, manga ini jual lebih dari 30 juta kopi global dalam 12 volume, rekor thriller yang dorong anime 37 episode plus live-action Netflix yang kontroversial. Chapter mingguan ciptakan hype konstan; meski tamat 2006, one-shot 2020 dan short stories baru jaga api menyala.

Adaptasi jadi magnet: anime Madhouse sukses besar, dan musical Jepang yang anniversary-nya kini bikin buzz di X, seperti tweet soal episode ikonik yang dibahas ulang. Populeritasnya meledak lewat budaya pop: “Kira” di TikTok sebagai meme vigilante, cosplay Ryuk di konvensi, dan diskusi Mello core yang viral kemarin. Game Death Note: Killer Within tambah role baru musim panas lalu, bikin fans main ulang cat-and-mouse dynamic. Generasi Z temuin lewat Crunchyroll binge, sementara veteran nostalgia via edisi baru yang tambah backstory. Tak heran, skor MyAnimeList 8.6 dan pengaruh ke seri seperti Monster buat komik ini saingi Big Three, meski ban China bikin debat etika global.

Sisi Positif dan Negatif dari Komik Ini

Death Note punya kekuatan yang bikin thriller lain kalah kelas. Plot-nya presisi: duel Light vs L penuh foreshadowing, dari apple Ryuk ke microfone tersembunyi, tanpa lubang cerita murahan. Karakter seperti Light—charming tapi narsis—relatable sekaligus menyeramkan, sementara Obata’s art halus tapi dramatis, panel close-up mata yang ekspresif bikin tension naik. Arc seperti Yotsuba group kasih payoff intelektual epik, mirip reaksi fans yang heboh ulang chapter 58 soal twist L. Di 2025, pacing 108 chapter terasa pas untuk build-up lambat tapi klimaks brutal, inspirasi game Killer Within yang tambah layer strategi. Durasi pendek relatif bikin reread mudah, tanpa filler berlebih.

Tapi, ada kelemahan yang bikin fans debat. Ending chapter 108 terasa rushed; Near’s victory terlalu mudah, bikin sebagian bilang kurang satisfying dibanding duel Light-L. Karakter wanita seperti Misa kuat tapi sering direduksi love interest obsesif, kurang agency dibanding pria—isu gender yang lebih menonjol di lensa #MeToo. Di lensa modern, tema vigilante bisa disalahartikan glorifikasi kekerasan, seperti kasus ban China yang soroti imitasi berbahaya. Beberapa plot device seperti Rem’s sacrifice terasa contrived, dan art awal Obata kadang terlalu stylized untuk aksi. Meski begitu, kekurangan ini justru bikin diskusi hidup, seperti Reddit thread soal proyek baru yang spekulatif.

Kesimpulan

Di 1 Oktober 2025, saat musical anniversary bikin panggung Tokyo bergemuruh dan edisi baru ingatkan god complex kita, Death Note bukti komik bisa jadi lebih dari hiburan—ia cermin gelap ambisi manusia. Dari 30 juta kopi hingga ban global, Ohba dan Obata ciptakan dunia Kira yang kita tempati bareng Light. Meski ending goyah dan tema kontroversial, pesannya tetap: tulis hati-hati, atau biarkan Ryuk tertawa. Baca ulang sekarang—bukan untuk nama, tapi rasain denyut kekuasaan yang tak pernah pudar.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *